Padang | Aroma ketegangan terasa di depan kantor PT Semen Padang ketika aksi damai yang digelar Lentera Institute berubah menjadi ajang intimidasi. Sejumlah massa berpakaian seragam ormas tiba-tiba datang dan memblokade jalannya demonstrasi yang menuntut tanggung jawab perusahaan atas dugaan kerusakan lingkungan di wilayah operasionalnya, Jumat 31 Oktober 2025.
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Dharma Andalas (BEM KM UNIDHA) pun bereaksi keras. Mereka menilai insiden itu bukan sekadar gesekan sosial biasa, melainkan indikasi kuat adanya upaya sistematis membungkam suara rakyat yang menuntut keadilan ekologis.
Rifaldi, Presiden Mahasiswa UNIDHA sekaligus Koordinator Pusat BEM se-Sumatera Barat, mengeluarkan pernyataan tegas. Ia menyebut dugaan keterlibatan pihak perusahaan dalam menggerakkan kelompok tertentu untuk mengintimidasi massa aksi sebagai bentuk nyata pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dan hak konstitusional warga negara.
“Kami menilai ini bukan lagi sekadar kesalahan etika, tetapi pembungkaman sistematis terhadap gerakan lingkungan hidup. Alih-alih menjawab persoalan ekologis dan tanggung jawab sosial, PT Semen Padang justru memilih jalan intimidasi melalui ormas untuk menekan gerakan kritis,” tegas Rifaldi dalam pernyataannya, Jumat (31/10).
Ia menambahkan, tindakan semacam itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 25 yang menjamin kebebasan menyampaikan pendapat, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan setiap korporasi bertanggung jawab atas dampak ekologis aktivitasnya.
“Jika terbukti melakukan intimidasi dan pembungkaman terhadap masyarakat, maka dapat dijerat dengan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, serta Pasal 66 UU Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik tidak dapat dituntut pidana maupun perdata,” tambahnya.
Aksi Lentera Institute sendiri menuntut keterbukaan data lingkungan, pemulihan wilayah terdampak, dan evaluasi terhadap praktik tambang yang diduga telah merusak ekosistem sekitar. Namun, upaya dialog justru tertutup oleh tindakan represif dari kelompok yang disebut-sebut sebagai simpatisan perusahaan.
Menurut Rifaldi, apa yang terjadi mencerminkan lemahnya tanggung jawab sosial perusahaan dan minimnya transparansi publik. Ia menyerukan agar PT Semen Padang membuka ruang diskusi terbuka dengan masyarakat, akademisi, dan pemerhati lingkungan demi mencari solusi bersama yang adil.
“Kami memberikan ultimatum tegas: hentikan segala bentuk intimidasi, dan segera buka ruang dialog publik. Jika tidak, kami akan memobilisasi kekuatan mahasiswa se-Sumatera Barat untuk turun ke jalan dalam skala yang lebih besar,” ujarnya.
Gerakan mahasiswa menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk memusuhi industri, melainkan menegakkan nilai-nilai keadilan sosial dan lingkungan. “Kami bukan musuh pembangunan, tapi kami menentang keserakahan dan ketidakadilan. Demokrasi harus dijaga, bukan dibungkam,” tutup Rifaldi.
Catatan Redaksi:
Tulisan ini disusun berdasarkan hasil verifikasi lapangan, wawancara dengan pihak mahasiswa, serta telaah atas regulasi lingkungan hidup dan kebebasan berpendapat di Indonesia.
Redaksi membuka ruang klarifikasi bagi pihak PT Semen Padang untuk memberikan tanggapan resmi.
Semua informasi dalam berita ini disajikan sesuai prinsip Kode Etik Jurnalistik dan asas keberimbangan.
TIM UNIDHA
